Minggu, 29 September 2013

kumpulan renungan kloset RIEKE DYAH PITALOKA

RENUNGAN KLOSET
Ada baiknya kita tak perlu, mengores hidup kita dalam berlembar-lembar buku harian
Suatu saat nanti jika kita membacanya kembali…
manis, membuat ingin kembali pada masa itu
pahit, membuat duka tak bisa dilupakan dan dendam tak bisa hilang
Ada baiknya kita sesekali perlu, merenung hidup kita dalam tenang kloset yang diam
Tak perlu malu untuk mengenang, tersenyum atau mengangis
Setelah itu, siram bersama bau busuk dan sampah dari perut kita tanpa ingin mengecapnya kembali
Lalu, bersiaplah menyantap makanan baru yang lebih baik dr hari kemarin.

TEGAR
Apakah tegar itu
seperti nyiur yang bergeming dalam badai,
tak beranjak dari hempasan ombak
Ataukah seperti tetes air yang tak henti
jatuh tetes demi tetes setiap waktu
mampu melubangi bebatuan
Ataukan nyanyian para pekerja
diantara deru mesin yang selalu terjaga
Barangkali…
:) SECANGKIR TEH
ibunda,
lebih luas kasihmu
dari air di samudera Pasifik
Satu cangkir teh pun
tak penuh sempat kubalas
Maafkan aku….

MAAF
Maaf, aku tidak bisa menulis banyak,
tintaku habis,
semalam kugores langit
dengan namamu…


IJINKAN
Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang bertiup dari lembah ke lembah
menjelajah pegunungan, membelah samudera menghantar ombak
Agar kau tahu aku tak pernah menyerah
Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang menari di lintas pucuk cemara
melukis guratan awan, menebarkan wewangian hujan
Agar kau tahu aku tak pernah enggan untuk berbagi
Kalau aku boleh memilih, sekali ini saja
aku ingin menjadi angin yang berbisik lembut dalam kemarau
membelah gundahmu, mengelus wajahmu, lembut mengecup bibirmu
Agar kau tahu betapa aku mencintaimu.

PERNYATAAN
Aku tidak tahu,
yang kulakukan benar atau salah
Yang kutahu,
ketulusan tak pernah salah memilih
semoga…

SETANGKAI CINTA
Tak perlu bingung, begini saja
berapapun jarak kita,
akan kukirim setangkai cinta untukmu,
setiap hari
setuju?


MENCARI-MU
Semenjak kutahu ada Tuhan,
Kucari diri-Mu berpuluh tahun perjalanan hidupku
kusebut asma-Mu, kulafadzkan desah-Mu dalam doa-doa panjang yang khusuk
namun lidahku semakin kelu, hatiku semakin kaku
Kutuntaskan kitab-Mu berulangkali, namun tak kutangkap jua makna-Mu
kukunjungi beribu tempat suci, namun tak pernah kurasakan keagungan-Mu
Rasanya cukup sudah pencarianku,
aku sudah lelah
Hari ini,
saat aku memutuskan meninggalkan-Mu,
seorang bicah pengemis di kereta Bogor-Gambir, menyapaku dalam harap,
Kuberika seratus rupiah kumal dari sakuku,
‘Alhamdulillah!’ katanya tulus dengan tatap penuh kasih
Mulutku serasa dibimbing untuk berucap,
‘Alhamdulillah, segala puji bagi Allah…’

0 komentar :

Posting Komentar